Bank Nagari Syari’ah Yes, Konversi No

215
Isa Kurniawan, Koordinator Komunitas Pemerhati Sumbar (KAPAS). (foto:dok)

Oleh : ISA KURNIAWAN
Koordinator Komunitas Pemerhati Sumbar (Kapas)

92news.id — Batas waktu konversi PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat atau Bank Nagari dari Bank Umum Konvensional (BUK) ke Bank Umum Syariah (BUS), tinggal kurang lebih 5 bulan lagi.

Keputusan konversi Bank Nagari ke bank syariah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 30 November 2019 secara aklamasi oleh seluruh pemegang saham.

RUPSLB memberi tenggat proses peralihan dan beroperasi penuh dengan sistem syariah selama 2 tahun. Artinya, sudah harus menjadi Bank Syariah maksimal pada 30 November 2021.

Sebagai pemegang saham pengendali, berbagai upaya ke arah sana sudah dilakukan oleh Gubernur Sumbar terdahulu Irwan Prayitno, sampai saat ini oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Mahyeldi dan Audy Joinaldy.

Tetapi patut rasanya digaris bawahi, persoalan konversi Bank Nagari ini tidak lah semudah membalik telapak tangan. Maksudnya, dengan ota saja semuanya akan selesai. Tidak.

Kemudian, dengan alasan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), terus semuanya selesai? Terlalu sederhana.

****

Saya memang bukan ahli di bidang ekonomi, tapi mencermati proses konversi Bank Nagari ini, tidak harus dilihat dari kacamata ekonomi semata, tetapi juga sosial dan politik.

Dalam hal konversi ke syariah, soal teknis dan administrasi, saya haqul yakin direksi Bank Nagari dan jajaran, tidak akan mengalami masalah yang berarti, karena mereka ini adalah para profesional. Dan lagi selama ini, Bank Nagari Syariah pun sudah pula berjalan.

Tetapi persoalan konversi Bank Nagari bukan sekadar teknis dan administrasi saja, tetapi menyangkut juga masalah politik. Kenapa? Karena di antara syarat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu harus ada Peraturan Daerah (Perda) yang disetujui oleh DPRD Sumbar.

Di sini letak persoalannya. Sepertinya DPRD Sumbar enggan membahas perda, sebelum syarat-syarat yang diajukan oleh OJK diselesaikan terlebih dahulu.

Syarat-syarat itu ada belasan, di antaranya persetujuan nasabah, serta kepala-kepala daerah (kabupaten dan kota) pemegang saham, dengan tanda tangan basah.

Karena DPRD Sumbar itu adalah lembaga politik, makanya persoalan konversi Bank Nagari itu tidak bisa lepas dari kepentingan politik.

Pertanyaannya, pemerintahan Mahyeldi – Audy Joinaldy yang didukung PKS dan PPP apakah mampu meyakinkan partai-partai lain di DPRD Sumbar untuk mendukung konversi Bank Nagari?

Sementara saat ini, sudah ada suara-suara penolakan terhadap konversi, tapi sebaiknya spin off –seperti dari Romeo Rissal Pandji Alam (mantan Kepala BI Perwakilan Sumbar), Walikota Pariaman Genius Umar, dan beberapa pakar ekonomi lainnya.

Tentunya suara-suara ini menjadi perhatian pula oleh DPRD Sumbar. Bagi mereka ini, pilihan yang terbaik itu adalah spin off: Bank Nagari Syariah Yes, Konversi No!

Maksudnya, Bank Nagari Konvensional tetap ada, silahkan berdiri Bank Nagari Syariah satu lagi. Jadi di-spin off saja, atau dipisah.

****

Sejarah panjang Bank Nagari sebagai bank konvensional yang didirikan pada 12 Maret 1962 –sudah 59 tahun –jangan dihabiskan, hanya karena keinginan untuk bersyariah.

Menurut Romeo Rissal Pandji Alam dalam tulisannya yang berjudul Bermimpilah yang Hebat (Merantau 4.0), “Manggaleh Lado di Pasa Kain” –yang mengulas persoalan konversi Bank Nagari secara lugas; mengingatkan supaya hindari kufur nikmat.

Maksudnya, jangan menutup usaha yang sudah berjalan dan bermanfaat bagi umat.

Kemudian bankir ini sangat yakin bahwa spin off lebih menguntungkan secara ekonomi bagi Sumbar, ketimbang konversi. Sumbar punya dua bank. Tandem antara kedua sistem ini akan sangat bagus bagi ekonomi Sumbar.

Ya kalau kita berpikiran jernih untuk kepentingan Sumbar, bukan yang lain. Misalnya, kata Romeo, untuk kepentingan pencitraan atau penciptaan legacy.

Sementara Walikota Pariaman Genius Umar menegaskan apa yang telah dibangun sejak lama, yakni Bank Nagari sebagai bank dengan penyertaan modal pemerintah daerah jangan “diganggu” dengan rencana konversi ke syariah tersebut.

Ia menyebutkan, jika konversi itu terealisasi dikhawatirkan nantinya berpengaruh terhadap pendapatan daerah kabupaten dan kota dari deviden Bank Nagari karena diperkirakan ada sebagian deposan atau nasabah lainnya yang tidak mau dengan rencana konversi tersebut.

Mereka berpikir ulang kembali apakah tetap mempertahankan dananya atau sebaliknya membawa keluar dananya dari Bank Nagari.

Kemudian ada pula pendapat dari pengamat ekonomi: seandainya konversi jadi, terus nanti Bank Nagari Syariah diakuisisi oleh Bank Syariah Indonesia (BSI), apakah sudah dipikirkan?

Sama pula kasusnya nanti seperti PT Semen Padang yang saat ini berada di dalam PT Semen Indonesia.

****

Sepertinya apa yang menjadi pemikiran Romeo Rissal dan Genius Umar masuk akal juga, dan perlu diinap-inapkan. Sebab mereka ini bukan orang sembarangan pula.

Untuk itu melalui tulisan ini, saya menggugah kepada para nasabah, kepala-kepala daerah pemegang saham, serta DPRD Sumbar untuk bersikap ; Bank Nagari Syariah Yes, Konversi No!

Mudah-mudahan ini menjadi sebuah gerakan untuk kebaikan Bank Nagari yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumbar.